Minggu, 20 Maret 2011

Harapan Dalam Hari Bahagia Dan Pesakitanku

Standard

Hari ini genap sudah aku menutup lembaran kisah masa laluku dan mulai melangkahkan kaki kearah pendewasaan. Kemarin adalah masa lalu ku yang kini menjadi pembatas dan guru perjalanan yang baik untuk masa depanku. Hari ini tepat di tanggal 19 maret, genap aku berumur 20 tahun semenjak aku dilahirkan 1991 silam. Angka 20 menurutku bukanlah umur yang muda lagi (ce..ileh swit…. swit) meskipun wajah dan badanku mengidentifikasikan aku masih muda dan mempunyai medan magnet yang luar biasa untuk menarik segala sesuatunya yang mendekat padaku.  Sebuah kenginan dan pengaharapan yang besar untuk menjadi lebih baik dan merevolusi diri ini dalam kungkungan masa penjajahan silam. Sederhana saja yang aku pinta dalam doa lirih yang aku ucap di usia yang bisa dianggp tua ini aku ingin lebih mendedikaskan diriku untuk kedua orang yang aku cintai “IBU dan AYAHKU” memberikan mereka sebuah kebanggaan dan prestige yang hanya bisa aku berikan. Bukan materi ataupun semacamnya. Aku yakin materi bukanlah yang menjadikan kedua orang tuaku bahagia dan kalaupun saja iya mungkin takkan cukup aku menggantikannya dengan berapa nilai materi yang ada didunia ini, bukankah itu belum cukup jika dibandingkan dengan pengorbanan nyawa ibu ketika melahirkanku dan membesarkanku penuh kasih sayang dan kesabaran untuk melihat dunia ini. Tutur kata Ayah yang menjadikan pelecut semangat dan peneman segenap ambisiku! Sungguh tak ternilai dengan apapun.
Kurang lebih dua puluh tahun silam aku telah mengenyam dan mengarungi bahtera kehidupan yang ada didunia ini. Sebuah perjalanan yang tentunya tidaklah singkat. Telah banyak warna yang tertoreh diatas kanvasku. Dari semua warna pelangi, warna kepedihan, pengingkaran, kebohongan, kejujuran dan masih banyak warna yang lain yang tak dapat aku sebutkan dan jelaskan satu persatu. Menurutku hari ini adalah hari kebahagiaan dan pesakitanku. Kenapa aku berbicara dan menyimpulkan demikian?
“Bukanlah kalian lebih tahu akan itu?”
“Aku yakin kalian pasti mengerti dan paham dengan apa yang baru aku tulis tadi”
Hari ini adalah hari kebahagiaanku. Memang benar adanya bahwasannnya diumur yang meretas dewasa ini aku bersyukur untuk nafas yang masih ada dan mengaliri setiap detik yang aku jalani. Aku bersyukur akan itu, aku bersykur atas kesempatan yang telah tuhan berikan kepadaku untuk lebih lama mencicipi dunia ini meski hidup didunia ini hanyalah sementara. Ibarat kata hidup didunia ini hanyalah sekedar untuk melepas dahaga sebelum masuk kedalam dunia yang hakiki nan mutlak kelak. Hari ini adalah awal dimana aku meretas jalan menuju semua mimpi yang belum kuraih. Pendewasaan diri dan tentunya cita yang bakal menjadikan aku manusia yang paling berbahagia hidup didunia ini. Menggapai cinta kasih yang tulus dan sempurna. Menemukan bidadari yang telah diturunkan sang penguasa kehidupan untukku. Sederhana dan tidak muluk-muluk kebahagiaan yang ingin kurenggut.
Hari ini juga merupakan hari pesakitanku. Bukannya aku naïf ataupun munafik. Bukankah hari yang telah berlalu merupakan akumulasi pengurangan usia berapa lamakah lagi aku akan terus bertahan di dunia ini. Dalam perjalanan yang mengubah dan mempengaruhi persepsi yang timbul dalam benak sadarku aku sedih oleh usia yang terus berkurang dan menjadikan aku semakin tua. Merenta dan mulai tumbuh uban putih yang hinggap dimahkota hitamku. Bercampur menciptakan hiasan keredupan mahligai hidup. Oleh karenanya aku menyebutnya hari pesakitanku karena berkurangnya usia yang akan aku jalani didunia fana ini.
Tak apalah, toh apa yang aku alami kini bisa kujadikan sebagai ujung senjata pelecut semangat untuk hanya bisa melakukan yang terbaik tanpa adanya kesalahan yang bakal mendera. Menjadikannya sebagai batu pijakan  untuk melompat lebih tinggi.  Mempersembahkan bakti yang terbaik untuk kedua orang tuaku, untuk adik-adikku dan untuk semua orang yang telah memberikanku support dan mengajariku betapa berartinya hidup ini. Bukankah itu mulia. Saya rasa itu adalah hal yang mulia dan tak ternilai harganya.
Sebuah refleksi yang aku dapat dan simpulkan betapa indahnya rangkaian kata menjadi sebuah syair pengobar semangat ini :
“Dan jatah nafasmu pun berkurang,
Semua melebur dalam kisah tawa, tangis dan harap,
Adalah symphony hidup yang harus ada dan wajib kita jalani,
Kita hidup untuk apa?
Bukankah kita hanya sekumpulan benang rantas yang juga koyak kelak?
Begitu singkat hidup ini,
Semoga segala citamu dapat kau raih,
Segala harapan adalah doa,
Kayuhlah sepedamu lebih cepat,
Kuakkan kabut pagi menuju harapan dan cita-cita,
Jadilah apa yang kamu mau,
Dengan sisa nafasmu kini menjadi koloni bintang yang memberikan ketenangan dibumi”.

Bogor 19 maret 2011

0 komentar: