Jumat, 27 Januari 2012

Badai Bulan Januari

Standard
Bingung harus omong apa lagi. Bingung bagimana harus ngejelasin. Bingung harus jawab apa. Kau memintaku untuk menjawab suatu hal yang tidak mudah aku putuskan. Tidak mudah untuk ku abaikan dan buang begitu saja. Berikan aku sedikit waktu untuk berpikir. Merenungi semua ini sendiri, karena aku tahu aku takkan bisa melepaskan apa yang telah aku  genggam selama ini. Tak mudah untukku untuk bilang sepatah katapun untuk ini. Meski aku tahu sajak dan irama kita berbeda. Melodi yang kita ciptakan tak dapat dengan mudah ku hunus dan ku tenggelamkan dalam dasar bait parau.
Tak ada angin yang membuat kalut malam ini. Tak ada hujan yang begitu kencang mampu merobohkan pohon atau papan reklame di pinggir jalan malam ini. Namun, entah dari mana datangnya badai yang memporak-porandakan hatiku dan seisinya malam ini. Memang sudah terlalu jelas kemana alur yang dibawa sejak awal perjalananku dengannya. Perjalanan panjang yang mungkin saja pendek atau sebaliknya perjalanan pendek yang mungkin saja panjang. Pada masa akan tiba pada satu titik tertinggi dalam suatu hubungan. Final yang seharusnya bahagia justru membawa petaka yang di sambut derita. Sebenarnya tak sepatutnya kutanyakan kembali hubungan yang kini mulai bersemi. Dan harus gugur karena badai yang seketika datang dan pergi.
“Harus aku jawab apa atas pertanyaan dia semalam?
“Tuhan, bimbing aku untuk menjawabnya,
“Kirimkan malaikatmu untuk menamaniku hari ini,
“Biar kujadikan teman untuk berdiskusi akan semua ini,
“Mencari jawaban yang terbaik diatas gulana yang menghimpit,
“Aku tak sanggup jika harus menjawabnya sendiri,
“Lebih baik aku diam…
Puluhan batang rokok telah habis menemaniku mengadu. Namun, tak sedikitpun datang jawaban dari langit atas pertanyaan yang dia ajukan. Cangkir demi cangkir kopi yang ku seduh juga tak mampu memadamkan kegalauan atas tanyamu. Satu inti  yang dapat aku simpulkan : “Ternyata, aku masih sayang. Masih, masih, masih dan justru tambah sayang padamu. Tak ada kata lain yang tersemai dalam lubuk jiwa. Hanya satu nama, yaitu namamu (Lutfhiana). Perasaanku ini terhadapmu tak dapat kubohongi. Tak dapat ku buang begitu saja dan kuhempaskan dalam samudra biru. Jujur aku masih sayang sama kamu.
Namun, jika kau memintaku untuk menjawabnya. Aku akan menjawabnya dengan jelas.
“Tak ada kata putus dariku, tak ada kata kita mengakhiri hubungan ini sampai disini. Hanya saja, memang keadaan yang memaksa kita harus seperti ini. Seperti apa yang telah kita ketahui sejak awal kita (aku dan kamu) menjalin sebuah hubungan. Karena darah kita yang berbeda, karena garis keturunan kta yang berbeda. Selisih yang cukup jauh untuk sebuah hubungan yang seharusnya indah. Namun, hubungan yang rumit dan takkkan bisa terus berlanjut karena satu alasan. Aku paham dan kamu lebih paham akan itu semua. Sebisa mungkin aku akan tetap mengerti bagaimana perasaanku terhadapku. Telah menjaga hubungan yang rumit  ini beberapa waktu denganku. Namun, akhirnya harus berakhir karena telah bertambah komplek dan sukar.” Sekarang mungkin tiba waktunya untuk kita berdua, “belajar untuk menjadi teman” itu kata yang kau ucapkan padaku semalam. Dan kemungkinan aku akan mengabulkannya meski aku tahu aku bukan Tuhan yang dapat mengabulkan semua permintaan”.
Semoga semua ini membawa kepada kebahagiaan kita masing-masing. Aku bahagia denga duniaku, dank au bahagia dengan dunia yang kau miliki sekrang ini. Tak ada penyesalan, yang hanya ada proses panjang menuju kebahagiaan yang telah ditakdirkan oleh-Nya untuk diri kita. Aku dan kamu, kan kujadikan sebagai kenangan yang terpatri dalam bejana hati. Aku sayang kamu, sampai ku selesai menuliskan ini dan kapanpun. Thanks for the joy yau bring…

Ciputat, 27 Januari 2012

Rabu, 11 Januari 2012

Trip Semeru, Malang Jawa Timur

Standard
Ngantri tiket Matarmaja, Jur. Malang Jakarta

Laper, beli makan buat ngisi perut sebelum keberangkatan
Warna-warni hari pertama begitu indah, menginap di stasiun Senen dan antri tiket dari jam 04.00 wib sampe jam 09:00 Wib, loket baru dibuka. Akhirnya dapet tiket juga :)




Beberapa menit sebelum keberangkatan

Akhirnya berangkat juga :) Kota Malang telah menanti


Kereta tiba di Stasiun Malang Baru, jam 10.30 Wib

Sekian dulu ya cerita dan foto-fotonya, lain kali kita sambung lagi.... :)


Perjalanan "Hari Tenang UAS" Menapak Gunung Semeru

Standard
Warna-warni cerita da pengalaman baru yang berkesan telah menjadikanku semakin bersemangat untuk menjalani hidup. Kembali kepada satu titip point yang indah nan menetramkan. Trip singkat pendakian Gunung Semeru, Gunung tertinggi di pulau Jawa. Cerita ini berawal dari sebuah keisengan yang berbuntut panjang. Pengalaman baru yang unik, tawa, dan kesedihan bercampur menjadi satu. Salah satunya yaitu dengan rela hati menginap di stasiun Senen, demi mendapatkan tiket kereta api tujuan Jakarta-Malang.

Dear God (Part III)

Standard
Diskusi hari ini cukup panjang dan melelahkan. Kepastian hari yang semakin menjadikanku tua dan renta dimakan sang waktu. Waktu yang harus dengan rela terjalani baik ataupun buruk. Satu hal yang pasti aku harus tetap berjalan diatas pasir waktu yang semakin menipis terkulai lemah. Sebelumnya tiada senyum dan tawa menghias hariku yang panjang dan melelahkan. Pagiku lemah, siangku tanpa gairah, Dan soreku pun layu dimamah gelisah. Maghrib berkumandang, Rapal jejak gontaiku menuju tempat pengaduanku pada Tuhanku. Hilang sudah semua gelisah dan lemah yang menggelayutiku dengan wirid asma-Nya.
Ceritaku hari ini berubah ketika malam itu kembali kulihat senyum seorang gadis kecil itu. Senyumnya yang khas, tawanya yang indah dan lakunya yang enerjik menggugah semangatku kembali menyala. Meski tak lama, hanya sekejap itupun hanya memandangnya dari kejauhan. Aku bersyukur akan itu semua. Aku bersyukur akan keindahan yang gadis kecil itu tawarkan terhadapku. Meski tak sempat untuk bertutur sapa dan berbicara dengannya lebih lama. Tak mampu mendekatinya karena kau tak cukup berani bila dekat dengannya. Entah sepertinya ada suatu rasa lain yang membuatku sungkan atau apa jika aku harus dekat dengannya. Sepertinya ada sesuatu yang membatku tak berani. Entah apa itu, sampai saat inipun aku tak menahu.
Seperti ilanlang dipadang tandus yang terguyur lembut sapuan rintik hujan. Damai membias dalam angan dan mahkota terlepas dengan sendirinya tanpa dirasa. Sungguh besar karunia yang Engkau turunkan kepadaku malam ini Tuhan. Meski aku harus mencuri pandang jauh senyum dan tawanya. dari sudut dan posisi yang jauh sekalipun. Aku tetap bersyukur karena telah bisa melihatgadis kecil itu kembali. Setelah beberapa hari tak dapat memandangnya karena kita berbeda.
Entah ujian kesungguhan atau candaan yang dia tawarkan terhadapku mala mini. Malam yang sebenarnya indah dengan lukisan wajah bintang yang menghiasi langit hitam. Tersenyum dan melambai padaku yang masih terduduk sendiri ditemani sebatang rokok yang mulai habis. Menunggu makanan yang kupesan di suatu kedai baru yang kali pertama aku masuk kedalamnya. Malam menguntit, Kucoba menuliskan kata dan mengirimkan pada gadis kecil itu. Apakah malam ini perutnya telah terisi, Karena ku tahu hampir jarang gadis kecil itu menunaikan hak perutnya yang seharusnya didapatkan. Entah guarauan atau candaan yang melebihi batas. Bukannya sok peduli atau apapun. Aku hanya ingin memastikan bakal tidak terjadi apa-apa padanya.
Mungkin aku terlalu memaksa untuk melakukan hal ini. Hanya ingin melakukan sesutau yang bisa kulakukan terhadapnya. Mungkin hanya sebungkus, tak lebih. Apakah cara yang kulakukan salah menurutnya. Entah, karena aku bukan orang yang pandai menerka dan menebak segala sesuatunya. Kucoba kembali menawarkan pada gadis kecil itu. Namun, secara perlahan dia telah menghunus yang kutawarakan. Kembali melayang dan ingin pergi menghilang dalam bayang. Entah karena sungkan atau apa. Finally, tidak ada sesutau yang bisa aku lakukan jika dia telah menolaknya. Aku tak ingin memaksa. Karena itu hak dia, seorang gadis yang kini telah hadir dalam diskusi kehidupanku. Lambat laun merambat dan merangkai sebuah asa.
Kembali lagi keceriaanku terhunus. Bukan dengan pedang ataupun busur panah yang menghujam dadaku. namun, karena sebuah pesan singkat. Thanks God, untuk hari ini.
thanks juga buat gadis kecil yang telah mewarnai kanvasku hidupku,
dengan cerita yang belum kutahu alurnya,

Bogor, 22 Desember 2011 (00:43 WIB)
Noktah Pengabaian 

Kamis, 05 Januari 2012

Setangkai Alasan

Standard
Tepatnya aku tak tahu harus mengucap apa
Seperti derita yang mengapung diujung senja
Menanti rintik hujan mereda dibingkai nestapa
Dan hasrat para kurcaci mencela para pujangga

Rise me up...
Bantu aku untuk berdiri,
Bantu aku untuk kembali tersenyum,
Bantu aku untuk kembali tertawa,
Tidak ada lagi belalang sembah yang hanya bisa diam,
Tidak ada nyata yang akan memporak-porandakan dagingku

Berawal dan berakhir tanpa kutahu mengapa
Sekiditpun tak bergeming,
Entah noda apa yang telah kulekatkan dan terkulai dalam hatinya,
Sehingga sedemikian bencinya dia padaku,
Gadis kecil berparas ayu nan jelita…

Rise me up…
Kembali ke sempurna purnama malam gemintang,
Kembali ke dalam buain altar merah bersahaja,
Kembali dalam pangkuan senyum dan tawa yang setia mengalun,
Untuk sejenak melupakan hari yang telah lalu,

Entah aku siapa,
Belalang sembah yang hanya bisa terpaku menatap keindahan
Tiada daya dan upaya yang terlaksana
Hanya saja ada anjing yang mengonggong ramai riuh
Bertepuk tangan akan rasa yang tercipta,

Memang benar adanya,
Kenapa harus kupertanyakan,
Kenapa harus kuperjelas waktu silam,
Lewat selembaran sampah dalam inbox mail mu,
Kenapa harus ada tanya yang kuperjelas,
Toh, aku bukan siapa-siapa
Hanya seekor belalang sembah yang hanya bisa menggerutu…

Namun, apa salahnya…
Jikalau sepatah alasan dapat kuterima darimu…
Sepahit apapun,
Meski lebih pahit dari secangkir topi miring,
Biar jelas apa dan kenapa…
Tak menjadikan bayangan yang sering berkelebat dalam tidur malamku,
Tak hanya diam dan diam
Diam, bahasa yang tak dapat aku terjemahkan,

Kunanti setangkai alasan di seberang senja abu-abu,
Hanya itu…
Tak lebih!

Bogor, 5 Januari 2012
Noktah : Setangkai Alasan