Senin, 22 Juli 2013

Selembar Rindu di Keheningan Hujan

Standard
Ada kala mentari tak nampak diseberang sana. Tak seperti biasanya. Entah dimana dia menyembunyikan bagian tubuhnya yang konon sangatlah besar. Menyembunyikan rona wajah indah cemerlang yang selalu di agung-agungkan. Itulah dia sang mentari pemberian ilahi yang tidak pernah ingkar janji.

Masih seperti biasanya, malam ini hujan lagi. Semenjak awal bulan ini intensitas hujan dikota yang kunaungi saat ini semakin menjadi. Entah kapan berakhirnya. Padahal telah lama kurindukan sinar bintang gemintang yang menghiasi cakrawala langit. Gantungan cahaya yang mendamaikan jiwaku yang gulana. Sementara ini tak apalah, pupus sinar bintang digantikan oleh titik –titik air yang turun dari langit yang kerap kusapa hujan. Mungkin ini yang menyebabkan sang Mentari enggan menampakkan dirinya ketika pagi seharusnya. Mungkin dia enggan bertugas dipagi hari yang dingin. Padahal dirinya adalah panas, kenapa takut kepada kedinginan ? Entah…


Hujan belum lelah sayang. Dia masih menunjukkan eksistensinya yang impulsif. Dia masih ingin bermain bersama angin yang sedari tadi bersamanya. Dia masih ingin bercumbu bersama malam dan nyanyian kodok sawah disamping rumah. Padahal aku sudah tak sabar melihat sketsa wajahmu dan semburat lengkung senyummu yang menggantung dilangit, yang selalu tampak seusai hujan. Aneh memang, tapi itulah kenyataan yang benar adanya. Kenyataan yang berjalan diambang batas mimpi dan khayal.

Hujan belum reda sayang. Maka bersabarlah, aku pasti menungguinya hingga usai. Sebentar, kamu pasti tak percaya. Aku baru saja mendengar celotehmu diantara air yang berbisik. Sungguh nyata, kalau kau tak percaya dengarkan lagi. Kau dengar itu ? suaramu lagi sayang, suaramu yang hinggap diranting-ranting basah. Di ujung-ujung tunas rerumputan yang menahan kerasnya air yang turun menimpalinya dari ketinggian.

Dirimu adalah jauh, kuanggap jarak kita tak lebih dari satu spasi. Dirimu adalah nada sumbang, kuanggap melodi yang menyempurnakan langkahku. Dirimu adalah kegundahan, kuanggap bahagia yang belum datang. Dirimu adalah warna, kuanggap penting untuk memvisualisasikan kanvas kehidupanku. Begitu banyak hal tentang dirimu sayang. Tunggulah hujan ini reda dahulu, tunggulah! Sejenak membaringkan kepenatan dalam dimensi nyata yang sesungguhnya tak ada.

Aihhhhh…. Sudah satu jam lebih, hujan masih juga belum puas menghujam tanah yang telah basah sisa hujan kemarin. Cukupkanlah hujan malam ini menggampar masam wajah bumi karena setitik sinar siang tadi. Akhirnya gerutuku terkabul sayang, bisa melihat lengkung senyummu yang menggantung dilangit selepas hujan. Seperti apa janjiku diawal sayang, bahwa bakal tampak sketsamu disana. Dilangit malam yang jingga disebelah barat. Jarak itu telah sirna, melihat sketsamu dan lengkung senyummu disana. Aku pun tersenyum, menyapa senyum yang engkau berikan dari sana.

Kupagutkan doa bersama sisa titik-titik hujan, selembar rindu keheninganku disini untuk dirimu disela kesibukan disana.

“Untuk dirinya yang tengah berada dalam kesibukan dan keadaan apapun.”
“Aku tahu Engkau Maha Pendengar dan tidak ada keraguanku setitik pun. Dengarkan ini wahai Tuhan seluruh makhluk. “
“Dikala lemah tengah menjuntai menghampirinya, maka kuatkan dan pertegas langkahnya dalam menapaki kehidupan. Sesungguhnya aku tak kuasa mendengar kabarnya kala sakit menjamahnya. Jangan biarkan dia melewati masa-masa sulit itu sendiri seperti yang telah lalu”
Selalu jaga dan lindungi dia dari apapun, dan istiqomahkan dirinya dalam pusara-Mu wahai Tuhan yang punya segalanya. Pahamkanlah dia diatas semua pemahamanku, begitu juga senyumannya yang jangan sampai hilang didera penat kesibukannya”
“Itu saja, tidak muluk-muluk. Sederhana, sesederhana malam yang indah karena hujan”

Selembar Rindu di Keheningan Hujan
Bogor 21 Juli 2013 - Bayanganmu di Sudut Tepi Kolam

Selasa, 12 Maret 2013

Sepetik Nama (masih kusimpan)

Standard
Empat tahun silam,
Dimana sang kumbang menjatuhkan pada satu bunga,
tak begitu cantik namun cukup eksentrik...
Meski disekitar banyak bunga yang melambaikan mahkotanya untuk direguk...
Ya bunga itu adalah kamu...



Namamu elok,
Entah kenapa nama yang ku kantongi itu terbuka dari kotak pandoranya,
Apa ini atas doa yang kupanjatkan selama ini ?

Bogor, 12 Maret 2013

Selasa, 08 Januari 2013

Where is Over?

Standard
Sederhananya kaki melangkah,
Terayun memijakkan kaki di muka bumi,
Sesekali lebih cepat,
Sesekali melambat,
Dan terkadang terhenti. Hidup adalah rima,

Where is over ?
Where is over ?
Where is over ?
Akhir dari perjalanan yang tidak diketahui mulanya
Dan dimana muara akhirnya,

Sekian banyak definisi tentang hidup,
Problema dan solusi,
Perselisihan dan persatuan,
Cinta dan kebencian,
Ibadah dan pengingkaran
Dan semua embel-embel yang melekat tentang hidup,
Terangkum jadi satu…

Where is over ?
Where is over ?
Where is over ?
Terhenti disebuah persimpangan yang memaksa kita untuk memilih,
Dimana terdapat masa depan kita diujung perjalanan,
Haruskah kita terhenti?
Diam dan tidak memilih satupun?
Atau…
Memutuskan memilih meski ada dua kemungkinan
Pertama, benar menuju masa depan kita,
Kedua, salah dan kemudian terjatuh pada lubang kenistaan

Where is over ?
Where is over ?
Where is over ?
karena kita percaya…
apa yang kita pilih diatas semua pertimbangan
apa yang kita putuskan  diatas semua kegamangan
Karen hidup adalah pilihan,
Maka pilihlah…!!!

Karena kita tak tahu dimana akhirnya…

Bogor, 02 Januari 2013
Noktah Sebingkai Kehidupan


Jumat, 21 Desember 2012

Sebait Renungan (Menjadi Lebih Baik)

Standard

Adakalanya kita merasa bangga dan tertawa lepas, selepas-lepasnya. Mengabaikan mereka yang ada disekitar kita. Acuh, masa bodoh dan bahkan membusungkan dada lebih tinggi. Adakalanya juga kita merasa kecewa dan dikecewakan. Tertunduk lesu tanpa ekspresi sedikitpun. Memandang mereka yang ada disekeliling kita hanyalah musuh. Kenapa itu terjadi? hal ini tak lepas dari arogansi yang menyelimuti selaput mata kita. Hingga semuanya terlihat salah dan tak patut untuk digandeng duduk bersama. Semua orang pasti pernah merasakan apa yang dinamakan dengan kekecewaan itu. Entah menjadi bagian yang dikecewakan atau justru sebaliknya, menjadi bagian yang mengecewakan.

Terlepas dari siapa yang salah dan patut dipersalahkan. Disini ada satu titik point penting yang seharusnya menjadi guru baik dalam menjalaninya. Bukan malah dijadikan sebagai penghimpit dan penghalang yang akan mengekang dalam keterpurukan. Sejauh mana rasa sabar yang kita miliki? Sejauh mana keberanian kita untuk tetap maju dan berusaha menjadi lebih baik dari sebelumnya? Bukankah tidak ada yang tdak mungkin di dunia ini. Semuanya adalah mungkin dan pasti akan terjadi dengan catatan bagaimana kita untuk berusaha bangkit dari keterpurukan. Lupakanlah kekecewaan itu, biarkanlah menguap bersama awan yang membumbung tinggi. Ingatkah kita semua pada Kartini? Ketika Kartini berkata “Habis Gelap Terbitlah Terang”, ini saatnya untuk bangkit dan menjadikan semua masalah yang ada sebagai batu loncatan yang bakal membawa kita ketempat yang lebih tinggi.
Bagaimana cara kita bersikap, bagaimana kita memposisikan diri dalam keadaan sulit ini, bagaimana kita melupakan masa lalu dan mencoba membuka tabir baru yang belum pernah orang lain sentuh selain kita. Tahukah apa yang akan terjadi saat kita kecewa? Benar sekali, suatu masalah baru yang akan muncul. Dan kita sebenarnya harus menanggapi dengan tenang, karena yang namanya masalah itu tidak akan pernah hilang, sebelum kontrak kita berakhir di dunia ini. Lari dari masalah bukan merupakan solusi, karena masalah itu hanya akan hilang sebentar saja, setelah itu justru masalah kita akan bertambah banyak. Karena masalah yang lama belum hilang dan masalah yang baru juga keburu datang. 
Semakin berat masalah yang kita hadapi harusnya membuat kita dewasa dalam menghadapi hidup. Bahakan lebih jauh lagi bahwa saat kita mendapatkan masalah tersebut kita akan mengeluarkan kemampuan terbaik kita, dan yakinlah pada saat itu semua semesta raya mendukung atau lebih terkenal dengan teori mestakung. Jadi sebenarnya dengan kita dihadapkan pada kondisi yang sulit maka seluruh kemampuan dan potensi kita akan tergerakan untuk keluar dan kemampuan tersebut bisa teraktualisasikan. Sehingga bila kita berhasil menyelesaikan masalah tersebut, artinya kita sudah bisa menjadi problem solver atas masalah yang dihadapi.
Jangan takut dalam hadapi masalah, cobalah mengakrabi masalah tersebut, dan cobalah berteman dengan masalah, karena esensi seorang teman akan membawa kita ke arah yang lebih baik pula, begitupula masalah, bila kita jadikan teman, yakinlah bahwa ia akan membawa kita ke kondisi yang lebih baik. Ingat sebuah pesan bahwa seorang nahkoda yang hebat lahir dari ombak yang besar. Daripada berteman angin malam (kaya lagu) lebih baik berteman dengan masalah.

Kamis, 20 Desember 2012

I Hate Today (Pasti Ada Hikmah Dibaliknya)

Standard
            Jujur, hari ini entah ada apa? mungkin ada yang salah dengan rentetan waktu yang dilalui dari detik menuju menitik hingga berevolusi menjadi jam dan akhirnya rangkaian jam yang menjadi satu kesatuan yang biasa disebut hari. Kenapa dengan hari ini? Nampak ketidak beruntungan menghinggapi dan memaksaku memamahnya dalam kegamangan.

        Diawali pagi yang tidak bersahabat dengan semburat warna jingganya yang menyorot mata melalui lubang-lubang jendela. Silau, hingga harus terjedot pintu kamar. Jadwal hari ini yang sangat penuh dan di tambah lagi suasana hati yang tak karuan. Haduhhhh.... #ceracau hati (ada apa dengan hari ini?)
       
      Diakhiri sore hujan yang sangat menyiksa. Hingga harus kurelakan tak berangkat hati dihari perpisahan dengan teman-teman lain di ruang responsi dasar komunikasi yang notabene selalu menghadirkan senyum-senyum indah pelipur laraku. Harus jua ku urunkan niatku untuk berkumpul dengan mereka, bukan tanpa alasan aku mengurungkan niat untuk hadir dipertemuan terakhir responsi tersebut. Ketiduran mungkin tak bisa kujadikan alasan atas ketidak hadiranku. Tapi, itu nyatanya. Aku ketiduran dan telat. Kejadian itu tak menyurutkan semangatku. Kupacu sepeda motor meski kutahu hujan deras sedang melanda. dengan semua niat kuterobos hingga basah kuyup, dingin teramat kurasakan. Arrrrrrrrrrrrrgggggggggggghhhh,,,,, Tiba-tiba motor mati ditengah jalan. ternyata Motor kehabisan bensin. WTF, apa yang terjadi ini?
      I Hate Today.... harus ku urungkan juga akhirnya, niatku masuk. ada apa dengan hari ini? meski gue tahu bakal ada hikmah dibalik ini semua... tapi satu hal, Aku Benci Hari ini!!!!

Rabu, 05 Desember 2012

Cerita Kita Sama

Standard

Cerpen oleh: Rheinna Isabila dan Pangeran Galau


Jakarta, 1 September 2010

Cerita kita sama
Sama-sama pernah di campakkan oleh sang angin
Harapan kita sama
Sama-sama ingin berjalan dan terhenti dalam damai senja yang ungu
Mencoba berdiri diantara keterasingan
Ruang Sunyi 2010
***


Kebumen, 1 September 2010

Kereta yang kutumpangi masih melaju dengan cepatnya membelah sawah yang terbentang hijau. Kini mataku tak bisa berkedip melihat bingkai alam yang ada di hadapanku. Jogja tinggal beberapa jam lagi. Namun entah kenapa kali ini aku enggan untuk pulang ke kota asalku itu. Sepertinya ragaku ini tertarik ke arah yang berlawanan. Entah kenapa tak ada gairah tuk melangkah ke kota pelajar itu. Sungguh aku tak mengerti.
“Nak, kamu tidak itu tidak sendiri. Ada teman satu kandungmu yang berada di kota hujan sana. Kalian berpisah sejak kecil, sejak ayahmu meninggal. Ibumu dan kami bingung karena kami juga orang tak berpunya. Saudaramu pasti juga merindukanmu di sana. Suatu saat kalian akan bertemu, karena kalian masih dalam satu ikatan.”
Kata-kata Bibi masih terngiang di kepalaku. Sesaat setelah aku menginggalkan Brebes, kota asal Ibuku aku tak terlalu memikirkan pembicaraan itu. Namun sekarang aku benar-benar dibuat penasaran. Ternyata aku punya saudara kembar! Dan sampai sekarang aku tak pernah bertemu dengannya. Kami terpisah sejak umur 3 tahun. Itu sebabnya kenapa selama ini ada yang aneh dengan diriku. Ya Tuhan, kalau kau kehendaki, izinkan aku bertemu dengannya dalam waktu dekat ini.

***

Jakarta, 19 September 2010
Kesamaan kita adalah arti
Duka yang pernah menganga
Terhunus bayang hadirmu
Tawamu menjadi gairah
Candamu menjadi getarku
Celotehmu sempurnakan lemahku
Ruang sunyi, 2010
***


Yogyakarta, 20 September 2012
Kubuka laptop biruku yang sudah sekian tahun menemaniku dalam suka dan duka. Layar 14” yang selalu pasrah menampung keluh kesahku dalam bentuk kata-kata yang kusimpan dalam sebuah folder. Lalu kupublish di sudut web yang tak jarang ditengok orang kebanyakan. Kecuali aku dan dia. Tak pernah terlewat satu haripun kami mengisi blog itu dengan berbagai macam kata-kata romantis. Seorang pujangga itu, telah mengubah duniaku. Walaupun hanya lewat dunia maya, tapi kami berjanji suatu saat nanti kami akan bertemu. Kubayangkan dia benar-benar sosok yang kudamba. Aku jatuh cinta padanya. Pada syair-syair indahnya yang ia bisikan lewat monitor ini tiap malam.

***

Jakarta, 1 Oktober 2012

Ternyata, matahari itu datang
Menebas gelap yang memadati hariku
Aku nyaman denganmu,
Nyaman denganmu hadir dalam kehidupanku,
Tanpa mempedulikan kapan dan bagaimana ini bisa terjadi,
Meski mata kita tak pernah jumpa
Meski kau tak pernah beringsut di balik punggungku
Suatu saat akan kutemui dirimu, bidadariku
Rinda
Ruang Rindu 2010
***

Yogyakarta, 8 Oktober 2010
Betapa bahagianya hati ini. Dua hari lagi impianku untuk bertemu dengan pujangga itu tiba. Dia akan datang menemuiku di kota budaya ini. Kami akan saling melepas rasa penasaran yang membendung dan bertukar cerita secara langsung. Aku tak sabar menunggu hari itu. Rendy, aku akan menyambutmu dengan senyum dan hati yang berbinar.
***
Bandara Adi Sucipto, 10 Oktober 2010
“Berapa jam naik pesawat?”
“Lumayan kurang dari 1 jam, Rinda.”
“Wah, kapan-kapan aku mau dong naik pesawat ke Jakarta, tapi sama kamu yah!”
“Hehehe.. manja!”
“Hehe.. Ayo kita jalan-jalan keliling Jogja.
Nanti kuajak kau ke rumahku, ada Ibuku di rumah...”

***
 Yogyakarta, 20 Oktober 2010
Pertama melihatmu, aku merasa senang. Pertama menjabat tanganmu, aku senang. Pertama kali ku tatap matamu, ada suatu sinar yang menelusup ke dalam relung hatiku. Entah diantara kita ada suatu ikatan apa.
Tapi ketika kau sampai di rumahku, kau seperti lain. Saat bertemu ibuku kau serasa bukan seperti pertama yang kulihat. Begitu pula ibuku. Dia hanya diam atau malah tertegun melihat kedatanganmu. Kata ibu kau memang tampan. Persis seperti gambaran yang sering kuceritakan padanya. Dan satu yang lebih membuatku tersipu adalah... katanya kau mirip denganku. Ibu mengatakannya dengan muka yang datar, bahkan cenderung tegang. Entah ibu menyimpan misteri apa hingga sampai sekarangpun aku tak mengerti. Tapi harus kuakui, kau memang tampan suara kaupun merdu. Setampan kata-kata dan dan semerdu syair indahmu.
***
Jakarta, 1 November 2010
Cinta macam apa yang kurasakan?
Padahal kita sama dalam darah,
Cinta macam apa yang kitas diskusikan?
Kalau ternyata “aku dan kamu” adalah saudara 
Akankah ada sebuah pelangi yang mau menjelmakan dirinya
Menjadi sebuah jembatan yang menyatukan kita?
Pada suatu malam
Di Ruang kenyataan, 2010
           Tuhan, aku dan pujangga itu adalah kakak beradik!

____(*)_____



BIODATA PENULIS 
Rheinna Isabila adalah nama pena dari Pameta Filsabila. Lahir di Banyumas 6 Mei 1992. Saat ini tercatat sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Multi Media “MMTC” Yogyakarta jurusan Penyiaran. Gemar menulis dan membaca sejak SD. Bercita-cita menjadi Sutradara dan penulis. Bila ingin bertegur sapa, penulis bia dihubungi melalui FB : http://www.facebook.com/pametafilsa  atau email : pameta_sabil@rocketmail.com

Pangeran Galau adalah nama pena dari Rohmad Subhan. Lahir di Jepara 19 Maret 1991. Tercatat sebagai mahasiswa tingkat akhir di Institut Pertanian Bogor. Kegiatannya sehari-hari selain kuliah adalah menulis, melukis dan berdiam diri di kamar. Penulis bisa dihubungi melalui FB : http://www.facebook.com/RohmadSubhan Atau melalui email : pangeranlovavesca@gmail.com 





Jumat, 16 November 2012

Daun di Ranting Penghujung

Standard
Aku masih juga menatapnya, tapi menyangsikan apakah keberadaanku di sini dirasakan olehnya. Ia masih sama seperti dahulu, sibuk memandangi dedaunan kering yang jatuh tertiup oleh angin.
"Lihatlah, daun itu indah..." Sukma menunjuk daun-daun yang menari karena ditiup angin. Aih, Sukma, lagi-lagi kau mengucap hal yang sama. Tak adakah kau merasakan sedikit empati kepadaku. Aku sudah bosan mendengarmu terus-menerus memuji keindahan daun itu.
 
"Hei, kenapa kau diam saja?" Sukma bertanya kepadaku. Ahh, ini pertanyaan yang diajukan karena untuk pertama kalinya aku tidak merespon pernyataan konyolnya tentang keindahan daun saat jatuh. 
 
"Aku lelah, Sukma... Aku ingin memetik bunga…" wajahku memelas berharap Sukma mengajakku beranjak dari tempat ini. Kulihat Sukma hanya tersenyum. Ah, sungguh aku sudah lelah menantinya mengajakku pergi ke taman bunga itu. memetik catlea ungu dan krisan kuning yang sudah lama aku incar dari dulu. Sama sekali, Sukma tidak merespon permohonanku. 
 
"Baiklah Sukma, izinkan aku untuk pergi sendiri memetik bunga di sana,"

"Baiklah Sukma, izinkan aku untuk pergi sendiri memetik bunga di sana," habis sudah kesabaranku. Akhirnya kuayunkan langkahku menuju taman bunga untuk memetik catlea dan krisan yang telah lama aku impikan. Dalam langkah menjauh darinya, kualihkan pandangan untuk sesaat melihatnya. Dan Sukma masih saja menatap dengan takjub dedaunan yang menari dalam iringan nyanyian angin.

***