Diskusi hari ini cukup panjang dan melelahkan. Kepastian hari yang semakin menjadikanku tua dan renta dimakan sang waktu. Waktu yang harus dengan rela terjalani baik ataupun buruk. Satu hal yang pasti aku harus tetap berjalan diatas pasir waktu yang semakin menipis terkulai lemah. Sebelumnya tiada senyum dan tawa menghias hariku yang panjang dan melelahkan. Pagiku lemah, siangku tanpa gairah, Dan soreku pun layu dimamah gelisah. Maghrib berkumandang, Rapal jejak gontaiku menuju tempat pengaduanku pada Tuhanku. Hilang sudah semua gelisah dan lemah yang menggelayutiku dengan wirid asma-Nya.
Ceritaku hari ini berubah ketika malam itu kembali kulihat senyum seorang gadis kecil itu. Senyumnya yang khas, tawanya yang indah dan lakunya yang enerjik menggugah semangatku kembali menyala. Meski tak lama, hanya sekejap itupun hanya memandangnya dari kejauhan. Aku bersyukur akan itu semua. Aku bersyukur akan keindahan yang gadis kecil itu tawarkan terhadapku. Meski tak sempat untuk bertutur sapa dan berbicara dengannya lebih lama. Tak mampu mendekatinya karena kau tak cukup berani bila dekat dengannya. Entah sepertinya ada suatu rasa lain yang membuatku sungkan atau apa jika aku harus dekat dengannya. Sepertinya ada sesuatu yang membatku tak berani. Entah apa itu, sampai saat inipun aku tak menahu.
Seperti ilanlang dipadang tandus yang terguyur lembut sapuan rintik hujan. Damai membias dalam angan dan mahkota terlepas dengan sendirinya tanpa dirasa. Sungguh besar karunia yang Engkau turunkan kepadaku malam ini Tuhan. Meski aku harus mencuri pandang jauh senyum dan tawanya. dari sudut dan posisi yang jauh sekalipun. Aku tetap bersyukur karena telah bisa melihatgadis kecil itu kembali. Setelah beberapa hari tak dapat memandangnya karena kita berbeda.
Entah ujian kesungguhan atau candaan yang dia tawarkan terhadapku mala mini. Malam yang sebenarnya indah dengan lukisan wajah bintang yang menghiasi langit hitam. Tersenyum dan melambai padaku yang masih terduduk sendiri ditemani sebatang rokok yang mulai habis. Menunggu makanan yang kupesan di suatu kedai baru yang kali pertama aku masuk kedalamnya. Malam menguntit, Kucoba menuliskan kata dan mengirimkan pada gadis kecil itu. Apakah malam ini perutnya telah terisi, Karena ku tahu hampir jarang gadis kecil itu menunaikan hak perutnya yang seharusnya didapatkan. Entah guarauan atau candaan yang melebihi batas. Bukannya sok peduli atau apapun. Aku hanya ingin memastikan bakal tidak terjadi apa-apa padanya.
Mungkin aku terlalu memaksa untuk melakukan hal ini. Hanya ingin melakukan sesutau yang bisa kulakukan terhadapnya. Mungkin hanya sebungkus, tak lebih. Apakah cara yang kulakukan salah menurutnya. Entah, karena aku bukan orang yang pandai menerka dan menebak segala sesuatunya. Kucoba kembali menawarkan pada gadis kecil itu. Namun, secara perlahan dia telah menghunus yang kutawarakan. Kembali melayang dan ingin pergi menghilang dalam bayang. Entah karena sungkan atau apa. Finally, tidak ada sesutau yang bisa aku lakukan jika dia telah menolaknya. Aku tak ingin memaksa. Karena itu hak dia, seorang gadis yang kini telah hadir dalam diskusi kehidupanku. Lambat laun merambat dan merangkai sebuah asa.
Kembali lagi keceriaanku terhunus. Bukan dengan pedang ataupun busur panah yang menghujam dadaku. namun, karena sebuah pesan singkat. Thanks God, untuk hari ini.
thanks juga buat gadis kecil yang telah mewarnai kanvasku hidupku,
dengan cerita yang belum kutahu alurnya,
Bogor, 22 Desember 2011 (00:43 WIB)
Noktah Pengabaian
0 komentar:
Posting Komentar