Kembali pada hari yang telah terlewati setelah kemarin. Tepatnya setelah aku menuliskan sesuatu untuknya. Entah dia mengerti atau memang pura-pura tidak mau tahu tentang semua ini. Atau hanya perasaanku saja yang terlalu berlebih akan semua yang mengaliri kini? ataukah gadis kecil itu terlalu polos untuk mencerna kata-kata itu? entah harus mulai darimana aku menjabarkan dan mengatakan semua itu. Terlalu rumit dan bahkan menjadikan aku berhenti ditempat.
Sekilas bayang hanyalah ilusi yang berhasil merapat dalam imaji. Sebuah perseteruan hebat antara kesadaran dan mimpi yang tergadai. Kapankah semua harus berakhir dan menemukan suatu titik terang yang gamblang. tanpa adanya penjelasan yang memburai panjang dan skeptis. Sebelum senja hilang ditelan malam aku mencoba mengirimkan sebaris kalimat lewat ponsel kecilku. intinya hanyalah ucapan maaf dan terimakasih untuk semua hal yang secara tersirat telah gadis kecil itu berikan untukku. Namun semuanya kembali pada titik awal yang sama. Balasan yang kudapatkan hanyalah perkataan polos yang begitu saja hadir “maaf untuk apa? terimakasih untuk apa? aku bingung ka, tuing tuing tuing”. Hanya itu yang mengalir dan mendiskusi pada senja yang mulai berganti malam.
Memang yang terlukiskan tidak akan selalu abadi dalam bingkai. Kadangkala ada waktunya tinta itu luntur karena zaman yang semakin tua. Sebenarnya harus kuanggap sebagai apa perasaan ini terhadapnya. sungguh ketidak jelasan yang menggelayut mesra dalam sadarku. Apakah aku terlalu skeptis dan apatis memaksa ini. Apakah aku terlalu berlebih dan melebihkan. Hanya bejana hati yang kini tinggal dalam palung hati. Tiada kutahu isinya apa dan untuk apa. Bagaimana aku harus berbuat. Huh, sampah zaman yang harus dibakar dan dimusnahkan.
Sumpah aku bingung harus mengungkap apa terhadapmu,
Apa yang harus ku urai terhadapmu,
Wahai gadis kecil pemilik keceriaan yang tiada duanya….
Bogor, 21 Desember 2011
Noktah Kebingungan
0 komentar:
Posting Komentar