Selasa, 07 Agustus 2012

Seorang itu mungkin (dirimu) dalam senja

Standard

Harusnya aku tahu…
Harusnya aku mengerti…
Apa yang kamu inginkan,
Aku tahu dan sudah cukup tahu
Bahwa kau inginkan membuatku jauh,
Mengektradisi diriku kepulau terpencil
Jauh…. Jauh sekali disana,

Aku bukan sebuah peri tanpa serbuk ajaib,
Aku rerumputan tanpa tanaman,
Semua gersang… semua hilang,
Menjauh, sangat jauh dan aku tak bisa menggapaimu…

Wahai purnama yang tertutup kabut pekat malam ini
Wahai bintang gemintang yang tak pernah berhenti bersinar,
Dalam balutan kasih yang ringkih,
Di setiap jejak jemari tanpa arti,
Dalam langkah kaki yang tak arah tujuannya,

Dan langit bersenandung pada awan,
Agar menjatuhkan hujan
Pada rumput kering dan gersang
Sebelum akhirnya jatuh setetes api dari tangkai pinus
Dan manusia adalah binatang berakal
Yang membuka gerbang neraka
Memanggil manggil nama Tuhan
Yang tergantung dilangit tanpa sayap

Seorang itu mungkin (dirimu) dalam senja


Banyuwangi, 6 Agustus 2012
01:31 Senin Pagi

Power from Emak (pegawai borongan bagian kupas kulit udang)*

Standard

*penulis adalah mahasiswa aktif IPB jurusan Teknologi Hasil Perairan dan Anggota Community of Santri Scholar of Ministry of Religious Affairs dan sekaligus Editor i(dot).com Magazine

Senyum itu. Meski tertutup oleh masker yang setiap harinya melekat saat jam kerja dimulai sampai selesai waktunya. Aku yakin senyumnya adalah senyum yang terindah untuk menjalani kehidupan. Mencari tambahan nafkah untuk keluarga dan kehidupannya supaya lebih baik kedepannya. Kerutan dikeningnya ternyata tidak menyurutkan semangatnya bekerja. Umurnya yang kira-kira paruh baya tidak dijadikan alasan untuk duduk manis dirumah dan menikmati masa tuanya. Yah, entah siapa namanya yang jelas banyak yang memanggilnya “emak” termasuk juga diriku yang turut serta memanggilnya demikian.

Sederhana, penuh keceriaan dan tak pernah mengeluh meski di usianya yang tidak muda lagi. Beliau adalah sesosok wanita yang kuat. Salah satu Kartini masa kini yang tersisa. Akhir-akhir ini aku sering sekali memantu beliau di bagian pengupasan. Beliau bekerja sebagai pekerja borongan pengupas kulit udang di salah satu pabrik cold storage dan ekspor udang di ujung timur negeri ini tepatnya di daerah Banyuwangi. Aku akhir-akhir ini leih senang menghabiskan waktu Praktek Lapang dibagian pengupasan satu meja dengan “emak”. Entah rasanya ada rasa nyaman dan semangat yang emak tularkan kepadaku. Banyak pelajaran yang secara tersirat dapat ku petik dari emak. Humoris salah satunya membuatku betah menjalani PL dengan emak dibagian ini.

“hahaha… lha ayo cepet dibelah nduk* urange” kelakar emak dengan sifat latahnya yang membuat orang satu meja sontak tertawa. Meski umur telah menjadikan emak tua namun semangat emak yang membara seperti panglima perang tahun empat puluh lima silam masih terasa. Itu salah satu yang aku kagumi dari emak.

Just do it, smile, joke and joy jadikan dia teman setia dalam hidupmu. Tears, sorrow and shadow jangan dijadikan alasan sebagai  penghambat kita adalah kunci hidup yang aku ambil dari emak. Sebuah pelajaran berharga yang dapat ku jadikan sebaga pembelajaran yang tak bisa diukur dengan nilai sebongkah emas sekalipun. Guru bagiku. Senyummu dan candaanmu tak akan aku lupakan sampai kapanpun. Terimakasih emak telah mengajarkanku arti hidup yang sesungguhnya.
Note :
)* nduk (jawa red): panggilan kepada anak perempuan dalam bahasa jawa
Banyuwangi, 3 Agustus 2012