*penulis
adalah mahasiswa aktif IPB jurusan Teknologi Hasil Perairan dan Anggota
Community of Santri Scholar of Ministry of Religious Affairs dan sekaligus
Editor i(dot).com Magazine
Senyum
itu. Meski tertutup oleh masker yang setiap harinya melekat saat jam kerja
dimulai sampai selesai waktunya. Aku yakin senyumnya adalah senyum yang
terindah untuk menjalani kehidupan. Mencari tambahan nafkah untuk keluarga dan
kehidupannya supaya lebih baik kedepannya. Kerutan dikeningnya ternyata tidak
menyurutkan semangatnya bekerja. Umurnya yang kira-kira paruh baya tidak
dijadikan alasan untuk duduk manis dirumah dan menikmati masa tuanya. Yah,
entah siapa namanya yang jelas banyak yang memanggilnya “emak” termasuk juga
diriku yang turut serta memanggilnya demikian.
Sederhana,
penuh keceriaan dan tak pernah mengeluh meski di usianya yang tidak muda lagi.
Beliau adalah sesosok wanita yang kuat. Salah satu Kartini masa kini yang
tersisa. Akhir-akhir ini aku sering sekali memantu beliau di bagian pengupasan.
Beliau bekerja sebagai pekerja borongan pengupas kulit udang di salah satu
pabrik cold storage dan ekspor udang di ujung timur negeri ini tepatnya di
daerah Banyuwangi. Aku akhir-akhir ini leih senang menghabiskan waktu Praktek
Lapang dibagian pengupasan satu meja dengan “emak”. Entah rasanya ada rasa
nyaman dan semangat yang emak tularkan kepadaku. Banyak pelajaran yang secara
tersirat dapat ku petik dari emak. Humoris salah satunya membuatku betah
menjalani PL dengan emak dibagian ini.
“hahaha… lha ayo cepet dibelah
nduk* urange” kelakar emak dengan sifat latahnya yang
membuat orang satu meja sontak tertawa. Meski umur telah menjadikan emak tua
namun semangat emak yang membara seperti panglima perang tahun empat puluh lima
silam masih terasa. Itu salah satu yang aku kagumi dari emak.
Just do it, smile, joke and joy
jadikan dia teman setia dalam hidupmu. Tears,
sorrow and shadow jangan dijadikan alasan sebagai penghambat kita adalah kunci hidup yang aku
ambil dari emak. Sebuah pelajaran berharga yang dapat ku jadikan sebaga
pembelajaran yang tak bisa diukur dengan nilai sebongkah emas sekalipun. Guru
bagiku. Senyummu dan candaanmu tak akan aku lupakan sampai kapanpun.
Terimakasih emak telah mengajarkanku arti hidup yang sesungguhnya.
Note :
)* nduk (jawa
red): panggilan kepada anak perempuan dalam bahasa jawa
Banyuwangi, 3
Agustus 2012
0 komentar:
Posting Komentar