Jumat, 13 Juli 2012

TABLO & DOCLO (ternyata....)

Standard

Aku ingin menceritakan dia. Entah darimana aku harus memulainya. Semuanya terasa gelap bahkan menghimpitku hingga sesak. Aku tahu pelangi itu indah. Kombinasi warna yang cantik membentuk setengah bola. Merah, kuning, dan hijau tampak lebih dominan daripada warna lainnya. Aku tahu menara Eiffel itu ada di Paris Perancis meski tak sempat ku bersua dan bercerita padanya. Aku tahu, matematika itu ilmu pasti. Aku tahu, aku tahu semuanya. Bahkan ketika kalian mati nanti aku tahu kalian akan berada dimana. Aku rasa cukup dengan semua rasa tahuku. Sekarang aku ingin memulai cerita tentang ketidaktahuanku untuk menceritakan tentang dia.

Aku menyebutnya Doclo, aku mendapatkan ini dari dia. Dia yang sering mengucap doclo meski tak tahu penjabaran dan penjelasan ilmiah yang mendalam. Entah berasal dari negeri mana asal muasal kata ini. Mungkin dari negeri antabrantah yang tak jelas disana atau mungkin dari keraton tempat para raja bersama selirnya menata kekuasaannya. Ah, sudahlah tak penting bagiku dan bagi kalian apa arti sebenarnya kata DOCLO ini. Biarkan saja, toh ini tidak mempengaruhi kehidupan dan uang tabuangan kalian di bank bukan? Makanya kita tinggalkan dan lupakan saja kata ini. Biar dia membusuk di dalam ingatanku. Meski kutahu kata ini tak akan busuk dan hilang dimakan waktu.

Aku ingat, satu lagi kata-kata yang dia ucap dan sering muncul dilayar telepon genggamku. TABLO (tampang Blo’on) kalau arti kerennya sih, “muka loe jauh”. Ha..ha..ha..ha.. gak nyambung sama sekali bukan. Bukan tugasku menyambung kata dan isi yang ada ditulisan ini. Tugasku hanya mengetik kata demi kata dan kususun menjadi sebuah paragraph narasi. Tanpa kupedulikan isinya bagaimana dan seperti apa. Biarlah para pembaca yang budiman nan pandai menerjemahkannya dalam bahasa masing-masing. Ha..ha..ha (penulis belajar gila) padahal orang gila saja pengen sembuh. Kata ini sering kuterima darinya. Pantas mungkin aku menerimanya. Singkatan yang dibaca terdengar keren padahal artinya sangat mengecewakan dan mengharukan kalau dihayati (ah dasar penulis lebay).

Tak usah aku sebutkan siapa namanya. Kalaupun kusebutkan kalian pasti tidak akan tahu karena bukan artis terkenal sekelas Agnes Monica dengan suara emas dan pengalaman di dunia tarik suara yang tak bisa diragukan lagi atau Aura kasih yang cantik dengan tubuh yang jenjang menjulang seperti gedung pencakar langit yang ada di Jakarta. Dia gadis kecil namun terlihat besar, bukan karena ukuran badannya berat tubuhnya. Melainkan baju putih bu-abu yang masih dia kenakan sampai sekarang. Dia sederhana, menurut pandanganku yang sejauh ini terlihat dari sudu pandang penerawangan mata batinku ketika bersama dia ataupun dari caranya menjalani hari (untuk penulis, “sekali lagi loe lebay, gue buang ke laut tulisan loe”).
Aku gak tahu harus bagimana menyebut semua ini. Takut salah sebut dan dapat menimbulkan bencana sekaliber gempa yang menggoncang jogja bebrapa tahun silam dan seluas lumpur lapindo yang merendam rumah warga sidoarjo dan penyelesaian maslah yang tak berujung. Harapanku dia gak tahu dan gak baca tulisan ini. Karena aku malu dan gak terima kalau dia baca ulisan ini. Bukan karena apa-apa, aku takut dia terlalu senang dan kemudian loncat kegirangan lalu mengambil handphonenya dan mengetik kata “apa-apaan sih lau? Doclo geje? Maksudnya apa ini?” lalu mengrimkannya padaku. Hadehhhhhhhhh, jangan dah. Aku belum siap buat itu semua. Badanku dan hatiku udah terlalu rapuh untuk mendengar ocehannya yang sering kurindukan (cieeeeehh, kayak lagunya d’ masiv aja yang judulnya merindukanmu). Tak apa juga sih kalau di baca tulisan ini. Gadis pemilik kata DOCLO dan TABLO yang gak jelas. Ha..ha..ha..ha (terun tuk dia : maaf ya, kata-kata loe kupakai ditulisan buat ngisi blog).

Dia lucu, imut, gajelas dan kadang menyebalkan banget tingkah lakunya. Gak terlalu putih bahkan terkesan hitam. Namun itulah yang kunilai darinya. Si dia yang gak pernah bisa kuterka dan kuketahui apa isi hati dan perasaan sesungguhnya. Udahan dulu ya, mengenai ke TABLO-an dank ke- DOCLO-an yang dia hiaskan dalam setiap percakapan singkat. Sederhana memang, sesederhana malam yang ditemani bulan. Sesederhana matahari yang berbentuk bulat dan sesederhana malaikat yang punya sayap.

Sudah cukup kebodohanku menuliskan semua ini. Gak terlalu penting untuk menguraikan dia terlalu panjang. Toh, dia gak bakal membacanya. Biarkan menjadi catatan usang yang menghiasi blog semrawut dan memenuhi postinganku. (Ha..ha..ha..ha..ha). aku tak ingin mengucap selamat tinggal ataupun mengucapkan kata pisah, karena aku yakin aku bakal bersama. Entah itu bersama siapa, yang pasti perpisahan adalah bagian hidup yang paling ku benci dan kulaknat.

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu Aku ingin mencintaimu dengan sederhana, seperti isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
-Kahlil Gibran-

Selasa, 03 Juli 2012

mencintai tanpa arti (hanya lamunan)

Standard
mencintai tanpa arti
bukan berarti aku tak punya kendali akan rasa ini
memang aku tahu pertemuan pertama adalah rasa
pertemuan kedua adalah cinta
dan terkahir pertemuan ketiga adalah luka…
ha.ha.ha.ha.

apa arti dari pertemuan dengan wajah yang saling menatap
apa arti dari senyuman yang biasa keluar dari sunggingan bibir seorang hawa
apa arti malam jika hanyut tanpa sang bulan
apa arti deru yang menciptakan haru

malam kemarin hanya sebuah perjalanan singkat
yang aku yakin akan membuahkna perjalanan panjang tak berujung
ya, kalau dibolehkan dan di izinkan oleh sang maha kuasa tentunya
tanpa mengurangi arti dan melebihkan
aku ingin kamu,

perempuan yang belum lama ku kenal
yang kerap ku sapa namanya “IRA”
entah apa nama panjang
yang jelas aku ingin kamu
meski hadangan dan tantangan ke depan sesulit meruntuhkan menara Pissa

aku tak bermodal
aku cacat,
secacat cacatnya orang yang paling cacat yang pernah terlahir
aku ingin kamu “Ira”
bukannya aku terobsesi atau apalah disebutnya
aku yakin aku bisa meraihmu
meski aku tahu sainganku sangatlah berat
dia punya segalanya

namun apakah cinta harus terbatas oleh dinding gelimang harta
ataukah hanya sebatas ketampanan wajah
kurasa tidak
aku bisa
aku bisa
tunggu aku disana…
tunggu aku hadir dan memelukmu erat tuk kujadikan kekasih hatiku…

Puncak Bogor, 30 Juni 2012