Jumat, 23 Desember 2011

Dear God (Part II)

Standard
Kembali pada hari yang telah terlewati setelah kemarin. Tepatnya setelah aku menuliskan sesuatu untuknya. Entah dia mengerti atau memang pura-pura tidak mau tahu tentang semua ini. Atau hanya perasaanku saja yang terlalu berlebih akan semua yang mengaliri kini? ataukah gadis kecil itu terlalu polos untuk mencerna kata-kata itu? entah harus mulai darimana aku menjabarkan dan mengatakan semua itu. Terlalu rumit dan bahkan menjadikan aku berhenti ditempat.
Sekilas bayang hanyalah ilusi yang berhasil merapat dalam imaji. Sebuah perseteruan hebat antara kesadaran dan mimpi yang tergadai. Kapankah semua harus berakhir dan menemukan suatu titik terang yang gamblang. tanpa adanya penjelasan yang memburai panjang dan skeptis. Sebelum senja hilang ditelan malam aku mencoba mengirimkan sebaris kalimat lewat ponsel kecilku. intinya hanyalah ucapan maaf dan terimakasih untuk semua hal yang secara tersirat telah gadis kecil itu berikan untukku.  Namun semuanya kembali pada titik awal yang sama. Balasan yang kudapatkan hanyalah perkataan polos yang begitu saja hadir “maaf untuk apa? terimakasih untuk apa? aku bingung ka, tuing tuing tuing”. Hanya itu yang mengalir dan mendiskusi pada senja yang mulai berganti malam.
Memang yang terlukiskan tidak akan selalu abadi dalam bingkai. Kadangkala ada waktunya tinta itu luntur karena zaman yang semakin tua. Sebenarnya harus kuanggap sebagai apa perasaan ini terhadapnya. sungguh ketidak jelasan yang menggelayut mesra dalam sadarku. Apakah aku terlalu skeptis dan apatis memaksa ini. Apakah aku terlalu berlebih dan melebihkan. Hanya bejana hati yang kini tinggal dalam palung hati. Tiada kutahu isinya apa dan untuk apa. Bagaimana aku harus berbuat. Huh, sampah zaman yang harus dibakar dan dimusnahkan.
Sumpah aku bingung harus mengungkap apa terhadapmu,
Apa yang harus ku urai terhadapmu,
Wahai gadis kecil pemilik keceriaan yang tiada duanya….

Bogor, 21 Desember 2011
Noktah Kebingungan

Rabu, 21 Desember 2011

Dear God

Standard
Memang semua yang ada telah menjadikan kita dalam skema sebuah segitiga yang tak diharapkan dalam suatu hubungan. Tiga titik yang apik dan bersinergis acap kali membawa sesuatu warna yang beda dalam sebuah hubungan. Entah itu indah, buruk, tawa, tangis dan pastinya luka. Andai saja waktu itu aku tak bertemu denganmu. Pastinya hal ini tak akan terjadi. Andai saja waktu itu aku tak memberanikan diri meminta nomer kontakmu dan menuliskan pesan untukmu. Pasti semuanya tidak akan berkembang menjadi begini. Saat dimana kau masih berdua dengannya. Berbalut dalam mahligai kasih yang indah. Saat dimana aku juga masih berdua dengan kekasihku. Menjalin rajutan kasih yang hampir terkoyak.
Andai saja waktu dapat kuputar kembali ke masa silam. Mungkin tak ada kata dan tak ada hati yang kutaruh padamu. Hidup emang rumit, serumit mencari jarum dalam tumpukan jerami. Cinta memang aneh, seaneh burung camar yang hinggap di pekarangan rumah. Namun, dibalik sesuatu yang terjadi kini aku paham akan tulisan dan perjalanan hidup yang panjang. Bahwa segala sesuatunya itu mungkin. Terimakasih tuhan, dengan kuasamu kau telah kirimkan malaikat yang berhasil memanahkan cinta hatiku padanya. Seorang gadis yang baru kukenal beberapa purnama. Dia kecil, wajahnya rapuh namun senyum dan candanya yang begitu kuat melekat dalam setiap pandangan yang berhasil memagut setiap mata yang memandangnya. Kenapa aku arus berbicara tentang cinta disini. Klise yang seharunya tak pantas aku ucap. BODOH!!! Sebodoh itulah aku,
Seperti matahari yang hilang ditelan senja. seperti itulah aku harus pergi dan merelakan semua keindahan yang telah gadis kecil itu tawarkan padaku. Tidak mungkin aku mengharap sesuatu jika aku sendiri sekarang telah mendapatkan sesuatu itu yaitu dia kekasihku. Meskipun aku tak bisa menjadikan gadis kecil itu ratu dalam kerajaan hatiku. tak bisa menjadikan dia yang melahirkan anak-anakku dari rahimnya. Aku bersyukur atas rasa yang ada padaku dan mulai kututup rapat-rapat. Perlahan namun pasti aku berhasil menjauh darinya, Gadis kecil itupun nampaknya merasakan hal yang sama sepertiku. Entah mungkin aku terlalu munafik untuk mengatakan hal ini. Satu hal yang tak bisa ditinggalkan  sang kumbang dari mahkota bunga yang menciptakan setetes madu manis untuknya.
Pesan singkat yang kadang setiap malam aku kirimkan untuknya. Hanya untuk memberikan sesuatu hal yang mungkin tidak dibutuhkan oleh gadis kecil itu. Pesan singkatku ketika menjelang malam berakhir atau ketika matahari mulai meninggi diatas kepala mungkin telah memenuhi keranjang sampah dalam inboknya.  Mungkin hanya itu yang dapat kuberikan saat ini. Terlepas dari semua hal yang mungkin membuatnya bertanya dan bosan akan kehadiran pesan singkat dariku. Semoga dia tidak berubah pandangan terhadapku. Gadis kecil yang akan terus menjadi gadis kecil yang penuh semangat dan kemauan. Raihlah apa yang kamu inginkan, Hinga sang bintang akan turun dan menemanimu. Gapailah semua angan dan mimpimu, meskipun itu sesulit apapun. Perjalanan hidup ini tidaklah pendek. Semoga ujian akhir semester ini gadis kecil itu mendapatkan hasil yang terbaik. Diatas semua yang telah dia usahakan dan upayakan.
Hanya itu saja tuhan yang mungkin aku katakan padamu. Aku harap Tuhanku dapat memberinya kemudahan untuk menjalaninya semua dan terimakasih untuk semua yang telah engkau berikan padaku memalui malaikat-malaikat yang sering datang menemuiku. Semoga hari-hari esok yang terjalani menjadi biasa dan sangat biasa. Ketika tak bertemu dan ketika berjumpa dengannya kembali. Tak ada kata lagi yang dapat kutuliskan dalam lembaran ini. Terima kasih Tuhan, telah mau menjadi teman terbaik dan tempatku berkeluh kesah.


Bogor, 20 Desember 2011 (15:36)
Noktah Tuhan melalui Malaikatnya

Kamis, 01 Desember 2011

Ambigu

Standard
perjalanan singkat malam tadi,
sebersit senyum yang terlambai darinya
namun hanya secarik wajah yang terlukis
lainnnya hanyalah muka yang berpaling mentap jauh
entah disudut mana
diramainya rintik hujan yang terus datang membasahi

aromanya yang khas
senyumnya yang sekilas
telah sedikit banyak mengobati
hati yang selalu bertanya dan tercabik oleh angkara
hari-hari yang terasa lama seketika

waktu terus berjalan dalam pasung belenggu malam
berubah dan mengubah arti yang ada
dibalik layar yang masih terkembang
dibalik deretan cerita usang yang masih mengaliri
hadirmu sebagai suatu yang baru dalam pencarian

namun hadirnya telah lama mengarungi hari bersamaku
hanya sketsa nada sumbang yang kini tercipta
melodi-melodi indah yang kini terasa pahit
getaran gelombang yang tak karuan menjalari
entah pertanda apa

yang aku tahu sekarang
tentunya kau tela tahu akan ceritaku dengannya
rantaian hari yang telah terkepak bersama dengannya
tentunya kau berpaling
entah apa seharusnya aku menyebutnya
tak ingin menjadi orang yang hadir dalam diskusi panjang perjalananku dengannya

sebuah ambigu yang kini mengalir

30 November 2011